Membuat orang kebingungan yang sangat serius

Di samping isu politiknya, keadaan di Baleg juga menimbulkan kekhawatiran akan mengganggu jalannya Pilkada, terutama terkait dengan kepastian hukumnya.

Menurut Adi Prayitno, seorang ahli politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Pilkada 2024 menggunakan undang-undang yang disahkan oleh Baleg DPR atau putusan MK. Hal ini menyebabkan kebingungan yang signifikan.

Menurut Titi Anggraini, seorang pengajar di bidang pemilihan umum di Fakultas Hukum UI, memiliki pandangan webgiswisatasubang.com yang sama. Bagina, salu MK ga perlu dikeloni kan perubahan UU, tapi cukup diubah adet peraturan teknis di Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja.

Sikap DPR untuk merevisi UU Pilkada dengan cepat malah dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum. Saat pilkada sudah dimulai, pendaftaran pasangan calon akan dilakukan pada tanggal 27 hingga 29 Agustus 2024.

Jika undang-undang tersebut disahkan, pasti akan segera diuji di Mahkamah Konstitusi dan kemungkinan besar akan dibatalkan lagi oleh MK. Jika begitu, bagaimana jaminan hukum pelaksanaan Pilkada 2024?

Bagaimana urutan waktu terjadinya keputusan Mahkamah Konstitusi?
Partai Pekerja dan Partai Gelombang telah mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi dalam kasus Nomor 60/PUU-XXII/2024.

Pertemuan pertama pengujian isi UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) digelar pada tanggal 11 Juli 2024.

Partai yang baru dibentuk, Partai Buruh pada bulan Oktober 2021 dan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) yang dibentuk pada bulan Oktober 2019 dan dipimpin oleh mantan presiden PKS Anis Matta, keduanya belum berhasil mendapatkan kursi di DPRD Jakarta.

Di tingkat nasional, baik partai A maupun partai B tidak berhasil mendapatkan kursi dari total 580 kursi yang ada. Partai Labour meraih 972,910 kursi atau 0.64%, sedangkan Partai Gelora mendapatkan 1,281,991 atau 0.84%.

Menurut Mahkamah Konstitusi, kedua partai berhak mengajukan kandidat kepala daerah sendiri atau bersama dengan partai lain karena telah meraih suara sah dalam Pemilihan Legislatif DPRD tahun 2024.

Kuasa hukum Said Salahudin menyatakan bahwa aturan UU Pilkada mengenai ambang batas menyebabkan kedua partai kehilangan hak konstitusional dan kesempatan yang sama untuk mengajukan pasangan calon Kepala Daerah dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah.

Kapan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) diumumkan dan apa isi keputusannya?
Keputusan Mahkamah Konstitusi dikeluarkan pada hari Selasa (20/08).

Menurut informasi dari situs MK, Ketua MK Suhartoyo dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 menjelaskan tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh partai politik atau koalisi untuk mengajukan calon kepala daerah.

Bagi Jakarta, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), penduduknya mencapai 10,68 juta orang, partai politik atau koalisi partai politik harus mendapatkan minimal 7,5% suara sah.

Dengan demikian, saat ini partai-partai memiliki kesempatan besar untuk menunjuk kandidat mereka. PDIP, contohnya, sebagai partai yang tidak bergabung dalam KIM Plus, masih bisa mencalonkan kandidatnya sendiri karena persentase suara sah yang diperolehnya sebesar 14.01% pada pemilihan DPRD 2024.

Hanya Hakim Konstitusi M. yang dapat memberikan keputusan final dalam masalah tersebut. Guntur Hamzah ngomong beda pendapat atau dissenting opinion.

Menurut Suhartoyo, pasal yang sedang digugat telah jelas-jelas konstitusional dan oleh karena itu Mahkamah seharusnya menolak permohonan tersebut.